Kajian tentang Iman, Islam dan Ihsan merupakan pokok (rukun) agama. Ketiga hal ini merupakan hal yang prinsip dalam ajaran agama Islam, Ketiga aspek tersebut harus ada dalam setiap pribadi ummat, karena ketiga-tiganya saling berkaitan, untuk mencapai muslim yang sejati. Di dalam Al-quran sendiri, Kata amana dengan berbagai bentuk kata turunannya dijelaskan Allah dalam 861 ayat. Sedangkan kata aslama dengan berbagai bentuk kata turunannya dijelaskan Allah dalam 138 ayat. Sedangkan kata hasana dengan berbagai bentuk kata turunannya dijelaskan Allah dalam 189 ayat.[1] Oleh karena begitu banyak ayat-ayat yang membicarakan tentang ketiga aspek tersebut, menunjukkan hal tersebut begitu urgen dan harus dipahami dan diamalkan dalam kehidupan.
Daftar Isi:
1. Pengertian Iman
2. Pengertian Islam
3. Pengertian Ihsan
Sebelum mengemukakan Hadis yang membicarakan tentang ketiga aspek tersebut, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang pengertian ketiga term tersebut, sebagai berikut :
Pengertian iman
Kata iman berasal dari Bahasa Arab yaitu bentuk masdar dari kata kerja (fi’il). امن- يؤمن - ايمانا yang mengandung beberapa arti yaitu percaya, tunduk, tentram dan tenang.[2] Dalam kamus al-Munjid disebut, al-iman berarti :
[3]نقيض الكفر, تصديق مطلقا
“Bukan kafir, pembenaran secara mutlak”.
Imam al-Ghazali mengartikannya dengan : [4]التصديق yaitu “pembenaran”.
Pada Al-quran, ditemukan kata iman mengandung dua makna, yaitu Pertama : aman, mengamankan, atau memberikan ke-amanan (Q.S.106 : 4) dan kedua: mengandung makna ; yakin, percaya atau beriman (Q.S. 2 : 285)
Secara terminologi (istilah) ada beberapa definisi yang dapat dikemukakan, yaitu :
- Menurut Syekh Muhammad Amin al-Kurdi :
[5]الايمان فهو التصديق با لقلب
“ Iman ialah pembenaran dengan hati”.
- Menurut imam Ab Hanifah.
[6]الايمان هو الاقرار و التصديق
“ Iman ialah mengikrarkan (dengan lidah ) dan membenarkan (dengan hati)”.
- Menurut Hasbi as-Shiddiqy ;
[7]القول باللسان والتصد يق بالجنان والعمل باالاركا
“ Iman ialah mengucapkan dengan lidah, membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota tubuh”.
Dari ketiga definisi di atas terdapat perbedaan, menurut Muhammad Amin al-Kurdi, iman cukup hanya dibenarkan (tasdiq) dalam hati, tanpa perlu diucapkan dengan lidah, karena memang iman letaknya di dalam hati. Apabila hati telah membenarkan, maka secara otomatis anggota badan akan melaksanakan. Sedangkan Ab ¦anifah iman tidak hanya cukup dibenarkan dalam hati tetapi perlu diikrarkan dengan lidah. Mengikrarkan dengan lidah menunjukkan seseorang itu benar-benar beriman atau tidak kepada Allah. Sedangkan menurut Hasbi as-Siddiqy tidak hanya dengan pembenaran dalam hati dan diikrarkan dengan lidah., tetapi juga harus diamalkan dengan aggota badan. Jadi pengikraran dan pengamalan dengan anggota badan itu sebagai bukti dalam pentauhidan yang Maha Kuasa.
Sedangkan Syekh Muhammad Abduh mengatakan Iman ialah keyakinan kepada Allah, kepada rasulnya dan pada hari ahir tanpa terikat oleh sesuatu apapun, kecuali harus menghormati apa-apa yang telah disampaikan dengan perantaraan lisan para rasul Tuhan.[8]
Dengan melihat definisi dia atas dapat dikatakan bahwa iman itu paling tidak harus ada pembenaran dan keyakinan adanya Tuhan dengan segala ke-Esaan-Nya dan segala sifat kesempurnaan serta pembenaran dan keyakinan terhadap Muhammad SAW dan risalah kerasulannya.[9]
Pengertian Islam
Kata Islam berasal dari Bahasa Arab adalah bentuk masdar dari kata kerja : اسلم – يسلم - اسلاما Yang secara etimologi mengandung makna : Sejahtera, tidak cacat, selamat. Seterusnya kata salm dan silm, mengandung arti : kedamaian, kepatuhan, dan penyerahan diri.[10] Dari kata-kata ini, dibentuk kata salam sebagai istilah dengan pengertian : Sejahtera, tidak tercela, selamat, damai, patuh dan berserah diri. Dari uraian kata-kata itu pengertian islam dapat dirumuskan taat atau patuh dan berserah diri kepada Allah.[11]
Secara istilah kata islam dapat dipahami sebagai yang dikemukan oleh beberapa pendapat :
- Imam Nawawi dalam Syarh Muslim :
[12]الاسلام وهو الاستسلام والانقياد الظاهر
“Islam berarti menyerah dan patuh yang dilihat secara zahir”. - Ab A’la al-Maudud berpendapat, pengertian lain dari kata islam adalah damai. Hal ini berarti bahwa seseorang akan memperoleh kesehatan jiwa dan raga dalam arti sesungguhnya, hanya melalui patuh dan taat kepada Allah. Demikian pula suatu kehidupan yang selalu taat kepada Allah akan membawa kedamaian di dalam hati dan lebih jauh akan menghasilkan kedamaian di dalam masyarakat.[13]
- Menurut Hammudah Abdalati.
Kata Islam berasal dari akar kata Bahasa Arab slm, yang antara lain berarti damai, suci, patuh, dan taat. Dalam pengertian syar’i kata islam berarti patuh (tunduk) kepada kemauan Tuhan dan taat kepada Hukum-Nya. Hubungan antara pengertian asal kata dengan syar’i dari kata islam adalah kuat dan nyata. Hanya dengan patuh kepada kehendak Tuhan dan taat kepada hukumnya, seseorang dapat memperoleh kedamaian yang sesungguhnya dan merasa bahagia dalam kesucian yang abadi.[14]
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa islam itu ialah tunduk dan taat kepada perintah Allah dan kepada larangannya. Perintah dan larangan Allah tertuang dalam ajaran Islam, oleh karena itu hanya orang yang tunduk dan taat kepada ajaran islam, yang akan mendapat keselamatan dan kedamaian hidup, dunia dan akhirat.
Pengertian Ihsan
Kata ihsan berasal dari Bahasa Arab dari kata kerja (fi’il) yaitu :
احسن – يحسن – احسا نا artinya : Perbuatan baik.( فعل الحسن ).[15] Menurut pengertian istilah ada beberapa definisi dan pengertian yang diberikan oleh ulama yaitu :
- Muhammad Amin al-Kurdi, ihsan ialah selalu dalam keadaan diawasi oleh Allah dalam segala ibadah yang terkandung di dalam iman dan islam sehingga seluruh ibadah seorang hamba benar-benar ikhlas karena Allah.[16]
- Menurut Imam Nawawi ihsan adalah ikhlas dalam beribadah dan seorang hamba merasa selalu diawasi oleh Tuhan dengan penuh khusuk, khuduk dan sebagainya.[17]
Iman, Islam dan ihsan adalah unsur-unsur agama (ad-Din), hal ini berdasarkan Hadis Nabi SAW :
حديث ابي هريرة قال كان النبي صلى الله عليه و سلم بارزا يوما للنافاتاه رجل فقال: ما الايمان؟ قال: الايمان ان تؤمن باالله وملائكته و بالقائه وبرسله وتؤمن بالبعث قال: مالاسلام؟ قال: الاسلام ان تعبد الله ولا تشرك به و تقيم الصلاة وتؤدى الزكاة المفرضه وتصوم رمضان. قال: ماالاحسان؟ قال: ان تعبد الله كانك تراه فان لم تكن تراه فانه يراك. قال: متى الساعة؟ قال: ما المسئول عنها باعلم من السائل وساخبرك عم اشرا طها اذا ولدت الامة ربها واذا تطاول رعاة الابل البهم فى البنيان. فى خمس لا يعلمهن الا الله ثم تلا النبى: ان الله عنده علم السعاة. ثم ادبر فقال: "ردوه" فلم يرواشيئا. فقال: هذا جبريل يعلم الناس دينهم.[18]
Artinya:’ Ab Hurairah r.a berkata : Pada suatu hari ketika Nabi saw duduk bersama sahabat, tiba-tiba datang seseorang bertanya : Apakah iman ?. Jawab Nabi : Iman ialah percaya kepada Allah dan Malaikat-Nya dan akan bertemu dengannya, dan pada Nabi utusan-Nya, dan percaya pada hari berbangkit dari kubur. Lalu Nabi ditanya : Apakah Islam ?. Jawab Nabi SAW ; Islam adalah menyembah kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat yang telah diwajibkan dan puasa pada bulan Ramadan. Lalu Nabi ditanya : Apakah Ihsan ?. Jawab Nabi : Ihsan adalah menyembah pada Allah seakan-akan engkau melihatnya, tetapi apabila kamu tidak melihat-Nya, dia pasti melihat kamu. Lalu Nabi ditanya : Kapankah hari kiyamat ?. Jawab Nabi : Orang yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada orang yang menanya, tetapi saya katakan padamu beberapa syarat (tanda-tanda) akan tibanya hari kiyamat, jika budak sahaya telah melahirkan majikannya dan jika pengembala onta dan ternak lainnya telah berlomba-lomba membangun gedung-gedung. Termasuk lima perkara yang tidak diketahui kecuali Allah, yang tersebut dalam ayat :
“Sesungguhnya Hanya Allah yang mengetahui bilakah hari kiyamat, dan dia pula yang menurunkan hujan, dan mengetahui yang di dalam rahim ibu, dan tiada seorangpun yang mengetahui apa yang terjadi besok hari, dan tidak seorangpun mengetahui dimanakah ia akan mati. Sesungguhnya Allah mengetahui sedalam dalamnya”.(Q.S. Al-Ahzab ayat 63). Kemudian pergilah orang itu, lalu Nabi menyuruh sahabat; kembalikan orang itu !, tetapi sahabat tidak melihat bekas orang itu, maka rasul bersabda. Itu malaikat Jibril datang untuk mengajari agama pada manusia”.
Pada Hadis di atas ada empat aspek yang dijelaskan, yaitu aspek iman, islam, ihsan dan tentang waktu hari kiyamat. Pada Hadis tersebut dijelaskan bahwa iman ialah mempercayai Allah dan Malaikatnya serta meyakini akan berjumpa dengannya, beriman dengan rasul-rasulnya, dan beriman kepada hari kiyamat.
Masalah iman merupakan masalah pokok (pundamen) dalam Islam, karena menyangkut masalah meng-Esa-kan Tuhan yaitu Allah SWT. Hal ini ditunjukkan dengan kalimat tauhid yaitu:
لا اله الا الله
“Tiada Tuhan selain Allah”.
Kalimat ini menjadi landasan dasar dan inti Islam, yang membedakan manusia menjadi seorang mukmin atau kafir. Dalam artian pengakuan terhadap ke-Esa-an Allah SWT, dan penolakan terhadap Tuhan yang lainnya.
Pada hadis di atas dijelaskan ada lima hal yang harus diimani, yaitu beriman kepada Allah, kepada Malikat-Malaikat, Kitab-Kitab, Rasul-Rasul dan Hari Akhirat (hari berbangkit). Pada hadis yang lain rasul menambahkan satu hal lagi yang harus diimani, para ulama memasukkannya kepada rukun iman, yaitu beriman kepada Qa«a dan Qadar yang baik dan yang buruk. Sebagaimana yang dipaparkan hadis di bawah ini :
الايمان ان تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الاخر وتؤمن بالقدر خيره و شره.[19]
”Iman ialah mengimani Allah, Malaikatnya, Kitab-Kitabnya, Rasul-Rasulnya, Hari Akhirat dan mengimani Qadar baik dan buruk-Nya”.
Beriman kepada Allah dalam artian, mempercayai bahwa tiada Tuhan selain daripada Allah, mengEsakan-Nya dan tidak mensyarikatkannya dengan sesuatu, dan mengimani sifat-sifat yang wajib padanya, yang pada intinya mematuhi perintah dan meninggalkan larangannya. Beriman kepada Malaikat mengandung arti menyakini bahwa Allah menciptakan Malaikat yang selalu patuh terhadapnya. Menurut ulama ada sepuluh malaikat yang harus diimani. Beriman dengan Kitab Allah, mengandung artian, mempercayai bahwa kitab-kitab yang turun kepada rasul pilihannya adalah benar berasal dari Allah SWT. Ada empat kitab yang wajib diimani yaitu Al-quran, Zabur, Inzil dan Taurat. Beriman pada Rasul, mengandung artian bahwa percaya bahwa Allah mengutus rasul-rasulnya untuk menyampaikan amanahnya kepada umat manusia di muka bumi. Beriman pada Hari Kiyamat mengandung arti mempercayai bahwa hidup di dunia ini akan berakhir, dan akan mengalami kehidupan yang baru yaitu alam akhirat, yang mana pada alam ini akan terjadi pembalasan segala amal perbuatan manusia sewaktu hidup di dunia.[20]
Beriman pada qadar baik dan buruk, mengandung artian meyakini Allah mempuyai kekuasaan untuk menetapkan hal yang baik dan yang buruk terhadap manusia, setelah manusia tersebut terlebih dahulu melakukan usaha, (ikhtiar). Keenam hal tersebut di atas harus tertanam di dalam setiap keyakinan umat Islam, karena enam hal tersebut termasuk rukun iman.[21]
Mengenai bukti seseorang beriman atau tidak, di kalangan ulama ada perbedaan pendapat. Menurut Imam Nawawi ; secara lahir (formal) seseorang baru disebut mukmin jika ia telah megucapkan dua kalimah syahadat. Sedangkan kaum Ahl as-Sunnah (baik dari Muhaddisin, Fuqaha dan Mutakallimin), sepakat bahwa orang dapat dikatakan ahl qiblat (orang muslim) dan tidak akan kekal dalam neraka adalah mereka yang meyakini bahwa islam adalah agama yang diterima dari Allah dengan keyakinan yang kukuh tanpa ada keraguan sedikitpun dan mengucapkan dua kalimah syahadat. Sedangkan menurut Maududi, perbedaan percaya dan tidak percaya bukan hanya karena syahadat, tetapi penerimaan secara sadar dan mutlak terhadap ajaran Islam dan penerapannya di kehidupan nyata.[22]
Pada hadis pertama di atas dijelaskan rasul, bahwa Islam adalah mengabdi kepada Allah dan tidak mensyarikatkannya, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat yang diwajibkan dan puasa pada bulan Ramadan. Pada hadis berikut ini, ditambahkan satu hal lagi oleh Nabi yaitu haji kepada Baitul al-Haram.
Beriman pada qadar baik dan buruk, mengandung artian meyakini Allah mempuyai kekuasaan untuk menetapkan hal yang baik dan yang buruk terhadap manusia, setelah manusia tersebut terlebih dahulu melakukan usaha, (ikhtiar). Keenam hal tersebut di atas harus tertanam di dalam setiap keyakinan umat Islam, karena enam hal tersebut termasuk rukun iman.[21]
Mengenai bukti seseorang beriman atau tidak, di kalangan ulama ada perbedaan pendapat. Menurut Imam Nawawi ; secara lahir (formal) seseorang baru disebut mukmin jika ia telah megucapkan dua kalimah syahadat. Sedangkan kaum Ahl as-Sunnah (baik dari Muhaddisin, Fuqaha dan Mutakallimin), sepakat bahwa orang dapat dikatakan ahl qiblat (orang muslim) dan tidak akan kekal dalam neraka adalah mereka yang meyakini bahwa islam adalah agama yang diterima dari Allah dengan keyakinan yang kukuh tanpa ada keraguan sedikitpun dan mengucapkan dua kalimah syahadat. Sedangkan menurut Maududi, perbedaan percaya dan tidak percaya bukan hanya karena syahadat, tetapi penerimaan secara sadar dan mutlak terhadap ajaran Islam dan penerapannya di kehidupan nyata.[22]
Pada hadis pertama di atas dijelaskan rasul, bahwa Islam adalah mengabdi kepada Allah dan tidak mensyarikatkannya, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat yang diwajibkan dan puasa pada bulan Ramadan. Pada hadis berikut ini, ditambahkan satu hal lagi oleh Nabi yaitu haji kepada Baitul al-Haram.
حديث ابن عمر رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: بني الاسلام على خمس: شهادة ان لا اله الا الله وان محمد رسول الله و اقام الصلاة وايتاء الزكاة والحج و صوم رمضان.[23]
Artinya :”Dari Umar, dari Nabi Saw, beliau bersabda : Islam itu dibangun atas lima hal, yaitu meng Esakan Allah mendirikan Shalat, memberikan Zakat, Puasa pada bulan Ramadhan dan Haji ke Baitullah”.
Mensyarikatkan Allah mengandung makna, tidak menyamakan Allah dengan yang lain, karena Allah tidak dapat disamakan dengan sesuatu. Sesuatu selain Allah disebut dengan makhluk. Allah berlainan dengan makhluk. Mahluk merupakan ciptaan Allah (laisa kamihlihi syaiun).[24]
Melaksanakan shalat yang diwajibkan, artinya apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan mendapat dosa. Shalat yang wajib dilaksanakan lima kali sehari semalam yaitu shalat Maghrib, Isa, Subuh, Zuhur dan Asar. Rasul mengatakan :
الصلاة عماد الدين
Artinya :”shalat merupakan tiang agama”.
Shalat merupakan amal ibadah, sebagai wujud bukti penghambaan diri kepada Allah. Menunaikan zakat yang diwajibkan yaitu zakat fitrah yang dilakukan sekali dalam setahun pada bulan Ramadhan. Kemudian zakat harta yang dikeluarkan apabila harta yang dimiliki telah sampai pada nisabnya. Mengeluarkan zakat sebagai pembersih diri dan wujud ketaqwaan kita kepada Allah serta mewujudkan rasa solidaritas sesama muslim antara sikaya dengan simiskin.
Kemudian melaksanakan puasa wajib, yaitu puasa penuh satu bulan selama bulan Ramadhan. Puasa adalah menahan diri dari lapar dan dahaga dari waktu imsa’ sampai terbenamnya matahari.
Yang terakhir melaksanakan haji ke Baitul Haram, yang merupakan kewajiban dilaksanakan sekali seumur hidup. Acara ritual haji telah dimulai semenjak Nabi Ibrahim as. Semuanya hal di atas ibadah yang harus dilaksanakan bagi setiap pribadi muslim, karena dia merupakan ibadah yang merupakan kewajiban untuk pengabdian kepada Allah SWT, Sebagaimana pengabdian Nabi Ibrahim Kepada Allah SWT.
Selanjutnya apabila dilihat makna Islam sebagai kepatuhan, dapat dilihat dalam jagat raya, ada peraturan dan hukum yang berlaku bagi alam ini. Semua bertugas menurut posisi masing-masing seperti matahari, bumi, planet-planet berputar pada sumbunya masing-masing. Bulan beredar pada tempat edarannya dan lain-lainnya. Semua mengikuti hukum yang tidak berubah, karena alam semesta beserta seluruh isinya mematuhi hukum-hukum Allah, maka alam semesta secara keseluruhan mengikuti agama islam. Dapat dikatakan demikian karena arti islam itu sendiri adalah suatu penyerahan diri dan kepatuhan kepada Allah SWT, penguasa jagat raya.
Hasbi ash-Shiddiqy, membagi Islam kepada dua bagian yaitu ; Islam hakiki, Islam shuri (pura) dan taqlidi. Islam (pura-pura) ialah Islam yang tidak didukung oleh kepercayaan atau akuan hati, yang mana pada lahirnya saja yang Islam, tetapi bathinnya tidak. Islam taqlidi atau yang disebut juga Islam ‘Urfi ialah Islamnya karena keturunan, atau ikut-ikutan tanpa mengetahui atau mengenal Islam. Sedangkan Islam hakiki ialah Islam yang mampu menjernihkan diri, mengheningkan ruhnya, membersihkan akal dari segala rupa kepercayaan yang salah, khurafat, dan bid’ah memperbaiki jiwa dengan kemauan meluruskan cita-cita dalam segala amalan, mengikhlaskan niat terhadap Allah,[25] sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imran : 85.
وَمَن يَبۡتَغِ غَيۡرَ ٱلۡإِسۡلَـٰمِ دِينً۬ا فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡهُ وَهُوَ فِى ٱلۡأَخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَـٰسِرِينَ (٨٥)
85. Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.
Berkaitan dengan istilah islam, kata iman yang tersebut pada awal Hadis pertama, semakna denga islam. Nabi biasanya mengunakan kata iman dengan arti islam. Bagitu pula sebaliknya. Oleh karena itu pernyataan bahwa iman terdiri atas 69 bagian sama artinya dengan islam terdiri 69 bagian. Kemudian kata a«-¬³n dan Islam,[26] keduanya tersebut dalam firman Allahsurat Ali Imran ayat 19.
Berkaitan dengan istilah islam, kata iman yang tersebut pada awal Hadis pertama, semakna denga islam. Nabi biasanya mengunakan kata iman dengan arti islam. Bagitu pula sebaliknya. Oleh karena itu pernyataan bahwa iman terdiri atas 69 bagian sama artinya dengan islam terdiri 69 bagian. Kemudian kata a«-¬³n dan Islam,[26] keduanya tersebut dalam firman Allah
ان الدين عند الله الاسلام
Artinya:”Sesungguhnya agama yang (diakui) disisi Allah adalah Islam”.
Selanjut pada pada Hadis tersebut di atas dibicarakan tentang Ihsan. Pengertian ihsan secara umum adalah beribadah kepada Allah dengan perasaan seakan-akan melihatnya, jika perasaan tersebut tidak dapat ditumbuhkan, maka hendaklah diyakini bahwa Allah melihat semua gerak gerik dan prilaku serta tidak ada sediktipun yang luput dari penglihatan Allah.
Oleh karena itu Allah mewajibkan ihsan dalam segala perbuatan, baik yang bathin maupun yang zahir (jawarih) yang dihadapkan kepada Allah SWT. Sebagaimana sabda Nabi:
ان الله كتب الاحسان على كل شيئ[27]
”Bahwasanya Allah mewajibkan (kita) berlaku ihsan terhadap segala sesuatu yang dikerjakan “.
Ihsan adalah jiwa iman dan islam. Iman dan islam diterima Allah jika berdasarkan ikhlas dengan kata lain, modal ihsan adalah ikhlas, sebab semua amal, baik yang bathiniah maupun yang lahiriyah, baru diterima jika dilandasi oleh ikhlas.
Dari penjelasan di atas, dapat diambil pemahaman, bahwa puncak dari iman dan islam adalah ihsan. Ini artinya orang telah sempurna keimanannya dan keislamannya akan mencapai suatu keadaan dimana ia dapat melakukan ibadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah, bila kondisi ini tidak demikian padanya, ia akan selalu merasakan diawasi oleh Allah.
Perasaan melihat Allah atau dilihat Allah menyebabkan ibadah yang dilakukan seorang hamba dapat berlangsung dengan baik dan khusuk. Ibadahnya dapat memusatkan hanya pada Allah, dengan kata lain hanya Allah sajalah yang hadir dalam hatinya sewaktu dia melaksanakan ibadah bersimpuh pada Allah SWT.
Perasaan tersebut di atas, sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari, karena merasa selalu terkontrol oleh Allah. Orang yang mempunyai perasaan demikian, tingkah lakunya selalu dalam keadaan baik, ia tidak berani melanggar aturan-aturan agama. Dengan demikian ihsan itu beramal saleh dan dapat menjauhkan orang dari perbuatan-perbuatan buruk.
Iman, Islam dan Ihsan merupakan tiga serangkai yang tidak boleh terpisah dalam kerangka agama Islam, sesuai dengan bunyi hadis di atas. Kaitan ketiga aspek tersebut ibarat ruh dengan tubuh. Jika iman ditamsilkan sebagai watak (Gharait) dan islam sebagai tubuh (jawarih), maka ihsan ialah ruh yang mendinamiskan gharait dan menggerakkan jawarih. Selanjutnya diakhir hadis dikatakan :
هذا جبريل جاء يعلم الناس دينهم .
“Ini Jibril datang datang untuk mengajari manusia tentang agama mereka”.
Maksudnya kesempurnaan agama (Islam) terletak pada tiga sendi tersebut. Hal ini diperjelas seorang tokoh Islam bernama Abdul Hamid yaitu, seorang yang hatinya benar-benar terikat pada iman (percaya pada Tuhan), pada islam (berserah diri sepenuhnya) dan menjalankan ihsan (berbuat baik) adalah seorang muslim. Dengan kata lain seorang muslim ialah yang mempercayai islam, suatu agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang tecantum dalam Al-quran dan dijelaskan Hadis.[28]
Selanjut pada Hadis tersebut di atas ditanyakan oleh Jibril tentang waktu hari Kiyamat, tetapi Nabi tidak dapat menjawabnya, karena waktu kiyamat merupakan rahasia Allah SWT, dan itu sifatnya imani, harus diyakini bahwa hari kiyamat itu pasti akan tiba, buat memperhitungkan seluruh amal perbuatan manusia di permukaan bumi ini.
Nabi hanya dapat menjelaskan tentang syarat-syaratnya saja, yaitu apabila budak wanita melahirkan anak tuannya. Menurut al-Qasalani dalam syarah kitab Imam al-Bukhari tersebut, maksud budak melahirkan anak tuannya di sini adalah apabila para wanita yang hamil dan malahirkan anak tanpa melakukan pernikahan terlebih dahulu.[29]
Selanjutnya Nabi mengatakan tanda hari kiamat itu, apabila pengembala unta dan binatang ternak membangun bagunan yang megah. Maksudnya seorang pengembala yang miskin mampu untuk membangun bangunan yang megah, karena Allah SWT telah melimpahkan semua rahmatnya kepada manusia di akhir zaman, termasuk kepada si pengembala yang miskin tersebut.
[1] Muhammad Fu`ad ‘Abdul Baqi. Al-Mu’jam al-Mufahras li al-Faz al-Quran al-Karim, (Indonesia : Maktabah Dahlani, T.th), hlm.103-118, 451-454, 257-260.
[2] Muhammad Warson al-Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Yogyakarta : Pesantren al-Munawwir, 1984), hlm.44. Lihat juga, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995), hlm.372
[3] Louis Ma’luf, Kamus al-Munjid, (Beirt : al-Maktabah al-Katulikiyah, T.th), hlm.16
[4] Al-Ghazali, Ihya` ‘Ulm ad-Din, (Kairo : Al-Masyhad al-¦usin, T.th), juz IV, hlm.240
[5] Syeikh Muhammad Amin al-Kurdi, Tanwir al-Qulub, (Singapore : Al-Haramain, T.th), hlm.83-84.
[6] Imam Ab Hanifah, Al-Fiqh al-Akbar, (Hedrabad : Dairah al-Ma’arif al-‘Usman³yah, 1979), hlm.6.
[7] T.M. Hasbi as-Siddiqy, Al-Islam I, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1998), hlm.17.
[8] Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, (Terjemahan) H. Firdaus, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), hlm.257
[9] Al-Imam Syihab ad-Din Abi ‘Abbas Ahmad Muhammad as-Syafi’i al-Qas¯alani, Irsyad as-Sari, Syarah Bukhari. (Beirut : Dar al-Kitab al-Ilmiyah, 1996), hlm.203. selanjutnya disebut al-Qastalani.
[10] M. Warson Munawwir, Op.cit., hlm.699
[11] Abd al-Hamid Yuns, Da’irah al-Ma’arif al-Islam³yah, (Kairo : D±r al-Sya’b, T.th) juz III, hlm.341
[12] Imam Abu Husein Muslim ibn Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. RH. Muslim bi syarah an-Nawawi, (Kairo : al-Ma¯ba’ah al-Mi¡riyah, T.th), hlm.2.
[13] Al-Maudud. Towards Understanding Islam, (Jeddah : One seeking Mercy of Allah, T.Th), hlm.85.
[14] Hammudah Abdalati, Islam in Focus, (Riyadh : National Offset Printing Prees, 1986), hlm.8
[15] Louis Ma’luf, Op.cit, hlm.134
[16] Muhammad Amin al-Kurdi, Op.cit., hlm.84
[17] Muslim bi Syarh an-Nawawi, Op.cit., hlm.159
[18] Imam ‘Abdullah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn Mughirah ibn Bardizbah al-Bukhari, HR Bukhari, (Beirut : Dar al-Kitab al-Ilmiyah, 1992), hlm.22 Kemudian, Imam Abu Husin Muslim ibn Hajjaj al-Qusayri an-Naisabui, RH Muslim bi Syarah an-Nawawi, Op.cit., hlm.157.
[19] Imam Muslim, Op.cit., hlm.337
[20] Al-Qasalani, Op.cit., hlm.204-205
[21] Al-Ghazali, Op.cit., hlm.111
[22] Al-Maududi, Op.cit., hlm.85
[23] Muslim al-Hajjaj, Op.cit., hlm.19
[24] Al-Qasalani, Loc.cit., Banyak sekali ayat-ayat Al-quran yang membicarakan tentang syirik, diantaranya : Q.S. 5 : 72, 18 : 110,. Para ulama membagi syirik kepada dua bahagian, yaitu syirik besar dan syirik kecil. Syirik besar adalah menyembah selain Allah, Sedangkan syirik kecil adalah Riya. Hasbi as-Siddiqy, Op.cit., hlm.53-54
[25] Hasby ash-Shiddiqy. Op.cit., hlm.31-32.
[26] Asmaran AS, Pengantar Study Akhlaq, (Jakarta : Rajawali Prees, 1992), hlm.84
[27] Imam Muslim, Op.cit., hlm.478
[28] Abd al-Hamid Yunus, Op.cit., hlm.344
[29] Al-Qasalani. Op.cit., hlm 207
makasih artikelnya
ReplyDelete