Menurut Mazhab Ahli Sunnah, iman dapat bertambah dan berkurang. Permasalahan yang muncul, apakah seseorang yang membenarkan dengan hati, tetapi tidak terlihat pada perilaku hidupnya, biasakah dinamakan mukmin mutlak ?. Menurut pendapat yang kuat tidak bisa, sebab dia tidak melaksanakan apa yang seharusnya diperbuat selaku seorang yang beriman. Nabi Muhammad bersabda :
حديث ابى هريرة ان النبى صلى الله عليه و سلم قال: لا يزنى الزانى حين يزنى وهو مؤمن, ولا يشر الخمر حين يشربها وهو مؤمن, ولا يسرق السارق حين يسرق وهو مؤمن, و زادفى رواية: ولا ينتهب ذات شرف يرفع الناس اليه ابصارهم فيها حين ينتهبها وهو مؤمن.[1]
Artinya: ”Abu Hurairah berkata, Nabi SAW bersabda : Tidak akan berzina seorang pelacur, jika waktu berzina itu ia beriman. Dan Tidak akan minum Khamar jika waktu minum itu ia beriman. Dan Tidak akan mencuri jika waktu mencuri itu beriman. Pada riwayat yang lain, dikatakan : Dan tidak akan merampas, rampasan yang berharga, sehingga orang yang membelalakan mata kepadanya, ketika merampas ia beriman”.
Dari Hadis di atas dapat dipahami dua unsur ; yaitu, unsur iman dan unsur perbuatan. Perbuatan zina, mencuri, mabuk dan merampas adalah perbuatan yang dilakukan oleh anggota badan. Sedangkan iman merupakan keyakinan dalam hati. Amal perbuatan berkaitan erat dengan keyakinan dalam hati. Hasbi as-Siddiqy dengan mengutip pendapat Ab °alib al-Makk³ mengemukakan :
” Amal adalah bagian dari Iman. Tidak sempurna iman tanpa amal. Amal dan iman adalah saudara kembar. Tidak sah yang satu tanpa yang satu lagi. Keduanya bersama-sama juga tidak sah tanpa meniadakan Kufur yang menjadi lawannya. Tuhan mensyaratkan amal saleh untuk iman dan menganggap tidak berguna iman kecuali dengan adanya amal. Syarat iman adalah amal dan taqwa serta juga amal saleh”.[2]
Lebih lanjut Hasbi as-Siddiqy mengatakan bahwa sesungguhnya setinggi-tinggi iman ialah makrifah hati, iqrar lidah dan amal anggota tubuh. Iman dapat bertambah dengan taat dan berkurang dengan maksiyat.[3]
Secara sunnatullah, pada diri manusia dibekali dengan potensi nafsu, nafsu bisa mengarah kepada kebaikan dan kejelekan. Tatkala nafsu mengarah kepada kejelekan akan berhadapan dengan iman. Apabila dorongan nafsu lebih besar dari daya tahan iman, maka terjadilah perbuatan maksiyat. Dalam kondisi ini, dapat dikatakan iman seseorang dalam keadaan berkurang, demikian juga sebaliknya.
[1] Muhammad Fuad Abd al-Baqi, al-Lu’lu wa al-Marjan, (Beirt : Maktabah al-Ilmiyah, T.th), juz . I, hlm.12. Selanjutnya disebut Abd al-Baqi.
[2] Hasbi as-Siddiqy, Al-Islam I, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1998), hlm.19
[3] Ibid.,
0 Response to "Berkurang Iman Disebabkan Maksiyat"
Post a Comment
Kritik dan sarannya dipersilahkan...! No pising, no spam, tidak singgung sara.... :)
"bagikan komentar berpahala, tidak berkomentar tidak berdosa."