Mengkaji tingkah laku, berarti berkenaan dengan kajian akhlaq, karena obyek kajian akhlaq adalah berkenaan dengan tingkah laku manusia yang baik dan yang buruk. Akhlaq yang baik disebut dengan akhlaq al-karimah, sedangkan akhlaq yang buruk disebut dengan akhlaq as-sayyiah.
Daftar isi: 1. Pengertian Akhlaq 2. Sifat Jujur 3. Lawan Sifat Jujur 4. Berbohong yang Dimaafkan |
Pengertian Akhlaq
Secara bahasa akhlaq berasal dari bahasa arab, adalah bentuk jama’ dari kata : خلق, dalam kamus Munjid mengandung makna : Budi pekerti, perangai dan tingkah laku atau tabi’at.[1] Sedangkan Hamid Yunus menjelaskan;
الاخلاق هي صفات الانسان الادبية.Akhlak ialah sifat-sifat manusia yang terdidik.[2]
Dari kedua pengertian tersebut dapat dikatakan akhlaq ialah sifat-sifat yang dibawa manusia semenjak lahir yang tertanam dalam jiwa dan selalu ada padanya. Sedangkan Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlaq adalah kebiasaan kehendak.[3] Ini menunjukkan makna bila kehendak itu dibiasakan terhadap sesuatu, maka kebiasaan itu disebut akhlaq. Imam al-Ghazali lebih jauh menjelaskan ; Akhlaq ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. [4]
Akhlaq pada hakikatnya dapat disimpulkan suatu predisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga muncul berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan memerlukan pemikiran. Perbuatan yang muncul tersebut bisa yang baik dan bisa yang buruk, yang terpuji dan yang tercela. Dalam sebuah Hadisnya, Nabi bersabda :
عن ابي هريرة رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم, البر ما يدخل الجنة تقوى الله وحسن الخلق.[5]Dari Ab Hurairah ra, ia berkata: Yang paling banyak di antara orang yang masuk sorga itu ialah orang yang bertaqwa kepada Allah dan baik budi pekertinya.
Dalam pembahasan ini, yang dikaji berkenaan dengan akhlaq yang terpuji (Akhlaq al-Karimah). Tingkah terpuji merupakan perbuatan-perbuatan yang baik, lawan dari yang buruk. Pertanyaan yang muncul, apa yang dimaksud dengan baik?. Dari segi bahasa mengandung makna “baik” adalah terjemahan dari kata khair. Dalam Bahasa Arab, Louis Ma’luf mengatakan yang dikatakan baik adalah, sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan.[6] Sedangkan Ahmad Charis Zubair berpendapat : Baik adalah suatu yang diinginkan, yang diusahakan dan yang menjadi tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik, jika tingkah laku itu menuju kesempurnaan manusia. Kebaikan disebut juga Value (nilai) apabila kebaikan itu bagi seorang menjadi kebaikan yang kongkrit.
Dari beberapa pendapat di atas, mengambarkan bahwa yang dimaksud baik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur dan bermartabat, menyenangkan dan disukai manusia.
Dari penjelasan tentang baik tersebut menunjukkan banyak perbuatan-perbuatan yang tergolong baik, dalam artian perbuatan yang terpuji. Dalam pembahasan ini yang dikaji adalah berkenaan dengan sifat jujur.
Sifat Jujur
Jujur dalam Bahasa Arab berarti benar (siddiq). Benar disini yaitu benar dalam berkata dan benar dalam perbuatan.[7] Hadis Nabi mengatakan :
عن ابي مسعود رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم, عليكم بالصدق, فان الصدق يهدى الى البر, وان البر يهدى الى الجنة, وما يزال الرجل يصدق و يتحرى الصدق حتى يكتب عند الله صديقا واياكم والكذب فان الكذب يهدى الى الفجور, وان الفجور يهدى الى النار, وما يزال الرجل يكذب ويتحرى الكذب حتى يكتب عند الله كذابا.[8]Dari ibn Mas’ud ra, ia berkata : Bersabda rasulullah saw; Wajib bagi memegang teguh perkataan benar, karena perkataan benar membawa kebaikan, dan kebaikan itu mengajak ke Sorga. Seseorang yang senantiasa berkata benar, sehingga dituliskan disisi Allah sebagai orang yang berbuat benar (jujur). Dan jauhilah berkata dusta, karena kata dusta itu membawa kejahatan, dan sessungguhnya kejahatan itu mengajak ke neraka. Seorang pria yang senantiasa berkata dusta, maka dituliskan disisi Allah sebagai pendusta besar.
Berlaku jujur dengan perkataan dan perbuatan, mengandung makna, berkata harus sesuai dengan yang sesungguhnya, dan sebaliknya jangan berkata yang tidak sesuai dengan yang sesungguhnya. Dan perkatan itu disesuaikan dengan tingkah laku perbuatan, sebagaimana yang dijelaskan dalam surat at-Taubah ayat 119.
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَكُونُواْ مَعَ ٱلصَّـٰدِقِينَ (١١٩)119. Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.
Sikap jujur, merupakan salah satu fadhilah yang menentukan status dan kemajuan perseorangan dan msyarakat. Menegakkan prinsip kejujuran adalah salah satu sendi kemaslahatan dalam hubungan antara manusia dengan manusia dan antara satu golongan dengan golongan yang lain.[9]
Dampak dari sifat jujur adalah menimbulkan rasa berani, karena tidak ada orang yang merasa tertipu dengan sifat yang diberikan kepada orang lain dan bahkan orang merasa senang dan percaya terhadap pribadi orang yang jujur. Pepatah ada mengatakan “berani karena benar, takut karena salah”.
Sifat Jujur tidak dapat dimiliki dan dilaksanakan dengan baik dan sempurna oleh orang yang tidak kukuh imannya. Orang beriman dan takwa, karena dorongan iman dan taqwanya itu merasa diri wajib selalu berbuat dan bersikap benar serta jujur. Sebagaimana dijelaskan Allah dalam surat az-Zumar ayat 33.
وَٱلَّذِى جَآءَ بِٱلصِّدۡقِ وَصَدَّقَ بِهِۦۤۙ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ (٣٣)33. dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.
Hadis rasul mengatakan :
رحم الله امراء اصلح من لسانه و اقصر من عنانه والزم طريق الحق مقوله ولم يعود الخطل مفصله.(رواه ابن عدي)[10]Mudah-mudahan Allah akan merahmati orang-orang yang memperbaiki lidahnya, memendekkan tali kekangnya, melazimi perkataan-perkataannya dijalan kebenaran dan tidak membiasakan anggota-anggotanya berbuat tidak benar”. (riwayat Ibn ‘Adi)
Lawan Sifat Jujur
Lawan dari jujur adalah pembohong (kazzib), yaitu orang yang berbicara tidak sesuai dengan apa yang sesungguhnya apa yang ada dihatinya.[11] Dia mengatakan A, tetapi di hatinya sesungguhnya B. Sifat bohong membawa bencana bagi pribadi dan masyarakat.
Dalam islam dijelaskan tanda-tanda pembohong yaitu : Hadis Nabi mengatakan :
حديث ابى هريرة عن النبى صلى الله غليه وسلم قال: اية المنافق ثلاث: اذا حدث كذب, واذا وعد اخلف, واذا ؤتمن خان.[12]Abu Hurairah r.a, berkata : Nabi saw bersabda : Tanda seorang munafiq itu tiga : Jika berkata-kata berdusta. Jika berjanji menyalahi janji. Dan jika diamanati berkhianat.
Dari Hadis di atas menunjukkan ada tiga tanda orang munafiq, apabila berkata ia berdusta, apabila berjanji dia ingkar dan apabila diberi amanah dia khianat. Dari ketiga hal tersebut semuanya memerlukan kejujuran, dalam artian, apabila berkata: harus dikatakan yang sejujurnya, apa yang kita lihat dan rasa, harus dikatakan dengan yang terlihat dan yang dirasakan tersebut tanpa menguranginya sedikitpun. Kemudian apabila berjanji, harus melaksanakan apa yang telah dijanjikan, tanpa mengingkarinya sedikitpun. Kemudian apabila diserahi amanah, harus jujur melaksanakan amanah itu, dengan melaksanakan sepenuhnya.
Ketiga hal tersebut apabila terlaksana maka terhindarlah dari sebutan orang munafiq dan sebaliknya melaksanakan sifat jujur, akan dicatat disisi Allah sebagai seorang yang jujur, dan apabila berbuat bohong maka dicatat disisi Allah sebagai seorang pembohong.
Hadis rasul mengatakan:
Tinggalkanlah yang engkau ragukan kepada apa yang tidak engkau ragukan. Sesungguhnya kebenaran membawa kepada ketenangan dan dusta itu menimbulkan keragu-raguan.
Dalam masyarakat yang sudah merajalela dusta dan kecurangan maka akibatnya akan kacau dan kalut. Kecurangan dalam administrasi umpamanya hanya akan mempercepat kehancuran masyarakat itu sendiri. Satu-satunya jalan untuk mencegahnya, ialah dengan mengembalikan keadaan itu kepada prinsip-prinsip kebenaran. Dalam bidang ekonomi umpamanya, sukatan dan timbangan dikurangi. Manipulasi dalam jual beli dan lain-lain, menjadi sumber dan terbukanya pintu-pintu korupsi, semuanya itu menimbulkan bencana dan kerusakan.
Orang yang melakukan perbuatan dusta adalah orang yang lemah imannya, karena orang tidak berimanlah orang yang tidak dapat melaksanakan perbuatan jujur. Jika ada iman di dalam hati, maka selalu terasa akan diawasi oleh Allah SWT dimanapun ia berada dan apapun yang diperbuatnya. Oleh karena apabila ia hendak melakukan perbuatan dusta maka ia merasa dilihat oleh Allah. Hal ini dijelaskan Allah dalam surat an-Nahl ayat 105.
إِنَّمَا يَفۡتَرِى ٱلۡكَذِبَ ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ بِـَٔايَـٰتِ ٱللَّهِۖ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡڪَـٰذِبُونَ (١٠٥)105. Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka Itulah orang-orang pendusta.
Hadis Nabi mengatakan :
قيل للنبى صلى الله عليه وسلم. ايكون المؤمن جبانا؟ قال: نعم, قيل: افيكون بخيلا؟ قال: نعم, قيل: افيكون كذابا؟ قال: لا.[14]Ditanya kepada Nabi saw. Adakah seorang mukmin itu penakut?. Nabi menjawab: ya. Adakah seorang mukmin itu kikir?. Nabi menjawab: Ya. Apakah seorang mukmin itu pendusta. Jawab Nabi ; Tidak.
Dalam Al-quran dijelaskan Allah bahwa sekeji-keji dusta adalah dusta kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai dalam surat az-Zumar ayat 60.
وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَـٰمَةِ تَرَى ٱلَّذِينَ كَذَبُواْ عَلَى ٱللَّهِ وُجُوهُهُم مُّسۡوَدَّةٌۚ أَلَيۡسَ فِى جَهَنَّمَ مَثۡوً۬ى لِّلۡمُتَكَبِّرِينَ (٦٠)60. dan pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat Dusta terhadap Allah, mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri?.
Walhasil, Orang yang meninggalkan kebenaran, mempergunakan dusta untuk memperoleh suatu manfaat atau menolak suatu melarat, atau untuk melepaskan maksud hati terhadap musuh, adalah orang berjiwa rendah, walaupun ia dalam kedudukan tinggi-mulia. Segala hasil yang diperoleh dengan dusta, tidak ada sedikitpun
Berbohong yang Dimaafkan
Ada hadis Nabi yang menjelaskan tentang kebolehan berbohong sebagaimana sabdanya:
حديث ام كلثوم بنت عقبة, انها سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ليس الكذاب الذى يصلح بين الناس. فيمنى خيرا, او يقول خيرا.[15]Ummi Kalsum binti Uqbah telah mendengar rasulullah saw bersabda: Bukan pendusta seorang yang mendamaikan (memperbaiki) sengketa sesama orang, lalu berkata baik atau mengusahakan kebaikan.
Dari Hadis ini, dapat dipahami boleh berdusta dengan tujuan untuk mendamaikan orang yang bersengketa, ataupun dengan tujuan-tujuan kebaikan. Bukan tujuan-tujuan muslihat yang jelek.
يُثَبِّتُ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱلۡقَوۡلِ ٱلثَّابِتِ فِى ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَفِى ٱلۡأَخِرَةِۖ وَيُضِلُّ ٱللَّهُ ٱلظَّـٰلِمِينَۚ وَيَفۡعَلُ ٱللَّهُ مَا يَشَآءُ (٢٧)27. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan Ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.
Jika prinsip kejujuran telah membudaya, maka akan tegaklah suatu masyarakat yang harmonis, aman dan sentosa seperti halnya pribadi mukmin yang hatinya selalu merasa aman dan damai karena berkata dan bertingkah laku yang benar. Seperti Firman Allah menjelaskan dalam surat Ibrahim ayat 27 diatas.
[1] Louis Ma’luf, Kamus al-Munjid, (Beirut : al-Maktabah al-Katulikiyah, T.th), hlm.194
[2] Abd al-hamid Yunus, Da’irah al-Ma’arif al-Islamiyah, (Cairo : Dar al-Sya’b, T.th) Juz.II, hlm.436
[3] Ahmad Amin, Kitab al-Akhlak, (Cairo : Dar al-Kutb al-Misriyah,T.th), hlm.15
[4] Imam al-Ghazali, Ihya` ‘Ulm ad-Din, (Kairo : Al-Masyhad al-¦usin, T.th), Juz III, hlm.56
[5] Ibn Hajar al-‘Asqalani, Bulughul Maram, (Penerjemah ( Machfuddin Aladif), Bulughul Maram, (Semarang: Toha Putra, 1997), hlm782
[6] Louis Ma’luf, Op.cit., hlm.198
[7] Hamzah Ya’cub, Etika Islam, (Bandung : Diponegoro, 1983), hlm.102
[8] Ibn hajar al-‘Asqalani, Op.cit, hlm.776
[9] Hamzah Ya’cub, Op.cit, hlm.102
[10] T.M. Hasbi as-Siddiqy, Al-Islam I, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1998), hlm.670
[11] Ibid, hlm.669
[12] Muhammad Fu`ad ‘Abdul Baqi. Al-Mu’jam al-Mufahras li al-Faz al-Quran al-Karim, (Indonesia: Maktabah Dahlani, T.th) juz. I, hlm. 12
[13] Abi ‘Isa Muhammad ibn ‘Isa ibn aurah, Sunan at-Tirmizi, Juz V, (Mesir : Syarikah Maktabah wa Matba’ah Mujtafa al-Babi al-Halabi, 1968), hlm 613
[14] Hasby as-Siddiqy, Op.cit, hlm.671
[15] Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi, Op.cit, Juz II, hlm.198 Menurut Hasby as-siddiqy, Hadis-Hadis dan cerita-cerita yang mengandung pengertian, bahwa Nabi-Nabi pernah juga berdusta adalah palsu, semuanya tertolak, karena bohong. Jika Nabi berdusta, maka hal itu terang-terangan berlawanan dengan penetapan Al-quran dan akal sejahtera. Tetapi lebih lanjut ia mengatakan dalam keadaan tertentu dan untuk maksud baik, diperbolehkan dalam bentuk sindiran. Hasby as-Siddiqy, Ibid, hlm 670 dan 673
izin copy
ReplyDeletedipersilahkan
Delete